Sunday, August 12, 2012

SENI TATA BUSANA

Oleh :  Ir.KRAy.SM.Anglingkusumo SPd.M.Eng

Berbusana yang baik juga merupakan seni. Seni berbusana sangatlah kompleks dan komponennya banyak, termasuk underwear (pakaian
dalam) seperti longtorso, step in, pettycoat,selain itu masih ada aksesori,  seperti kalung,gelang,giwang,anting, alas kaki seperti selop, sepatu, pelengkap lain seperti selendang, syaal dll.
Komponen beraneka ragam ini masing masingt juga merupakan karya seni tersendiri, sehingga harus dipadu untuk menghasilkan tampilan berbusana yang serasi, menarik  dan nyaman dipandang.
Suatu karyacipta busana yang utuh dapat dihargai sebagai karya seni terapan jika sesuai dan serasi dengan orang yang mengenakannya.
Busana menjadi bertambah nilai seninya bila dipadu tidak hanya dengan aksesori, tetapi menjadi ”hidup” bila yang mengenakan  dapat memberikan kesan yang pas dengan desainnya.
Karena itulah kepribadian sipemakai menjadi bagian penting  yang harus diperhatikan.
Dalam seni busana kita mengenal elemen2 moti
sepertigaris,lingkaran,bentuk, warna dan jenis bahannya.
Kita akan dapat mencipta busana yang mempesona bila mengerti tentang kegunaan , kelebihan dan kekurangan bahan yang akan dibuat dengan desain dan karakter pemakainya.

SENI  TATA  BUSANA  ADAT

Dalam busana adat, warna mempunyai makna tertentu juga. Warna warna kebesaran atau keagungan di negeri kita misalnya warna merah, kuning, kuning emas, hijau, hitam.
Kalau tadi kita berbincang mengenai BUSANA NASIONAL maka sangatlah berbeda dengan apa yang disebut BUSANA ADAT.
Seni tata busana adat mempunyai pakem atau aturan aturan yang lebih rumit,ketat dan sarat dengan makna makna filosofis.
Busana adat terikat pada tatanan warna,bentuk,aksesori dan pelengkap yang unik, banyak  dan pada saat ini memerlukan bantuan ahli untuk mengenakannya.
Busana adat saat sekarang jarang sekali digunakan karena peristiwa adat juga jarang diadakan , tidak sebagaimana yang terjadi pada masa lalu.
Contoh yang paling sederhana adalah busana ”semekanan” atau penggunaan ”kemben” pada adat Jawa, hanya digunakan pada saat ziarah kemakam raja raja di Imogiri Yogyakarta, atau pada upacara di Karaton Yogya maupun Solo, padahal pada zaman dahulu busana semacam itu digunakan setiap hari dalam istana .Bahkan tatarias rambutnyapun memakai ”gelung tekuk” atau ”ukel ageng” yang hiasan sanggulnyapun anatara abdi dalem,bangsawan biasa maupun
Para ”Putri Dalem” ( putri putri raja ) yang sudah menikah atau yang belum menikah, sangat berbeda.
Baju Adat Sumatra Barat misalnya, sarung songket dengan baju kuruang ( baju kurung) ,aksesorinya sangat banyak, misalnya gelangnya saja terdiri dari lima macam bentuk, kalungnya pun tidak hanya satu tetapi ber tumpuk tumpuk dari yang pendek sampai yang panjang kedada. Demikian pula tutup kepalanya berbeda beda, sesuai
Dengan tingkatan kedudukan adat maupun upacara adatnya.
Sanggul yang dikenakan pun ditata unik, salah satunya disebut sanggul ” malacuik kuduak” dengan aksesori rambut dan bunganya yang indah.
Pada jaman dahulu busana adat Indonesia dipengaruhi oleh agama Hindu yang masuk ke Indonesia sehingga hampir diseluruh suku negeri kita busana untuk perempuan terbuka bagian dadanya, contoh yang sampai sekarang masih dapat dilihat adalah pada busana pengantin Palembang ”Aesan Gede” atau yang dipakai para penari  Gending Sriwijaya, di Solo dan Yogya ada busana pengantin ”Basahan” dan ” Paes Ageng”, demikian pula di daerah Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur dll.
Setelah masuknya Agama Islam, mulailah dikenal busana yang menutup dada seperti busana ” Takwa” dengan kerah cina dan lengan yang panjang di Aceh, baju kurung di Sumatra Barat, Kebaya panjang di Riau,Kalimantan dan Jawa, baju Labu, baju bodo, baju cele dsb.



TATA BUSANA DAERAH

BUSANA DAERAH berbeda dengan BUSANA ADAT. Tatanan busana daerah tidak terikat strata /kedudukan adat atau kebangsawanan seseorang melainkan merupakan busana berciri khas daerah yang umum dikenakan  didaerah tersebut.
Perlengkapan dan aksesorinyapun tidak terikat pakem, tetapi menyesuaikan acara contohnya seperti busana untuk pesta lebih gemerlap, untuk  sehari hari sangat sederhana atau tanpa perhiasan,dan  busana daerah ini juga dapat dipadukan dengan perhiasan2 masakini, sedangkan busana adat harus memakai prhiasan dan pelengkap lainnya yang bentuknya asli.



PROSES PERKEMBANGAN  KEBAYA

Dipulau Jawa kebaya mengalami berbagai proses perkembangan.
Diantaranya adalah  :

a   .    Kulambi Bunton/Kulambi Landung yang biasa disebut baju kurung
           dengan pola kuno dan merupakan baju yang dipengaruhi agama
           Islam dari India , Pakistan dan Bangladesh, seperti baju kuruang
           Dari Sumatra Barat.
b   .   Kulambi Pranaq`an ( keturunan campuran ).Bentuk seperti tali
          tetapi pendek ” wates bokong” (sebatas pantat) dengan model kerah
          leher yang tinggi seperti krah Cina.

c   .   Kulambi kutangan yaitu baju tanpa krah dan lengan sampai siku.

d   .   Kulambi Taqwo, pendek seperti diatas. Bagian depan sudah mulai
          terbuka ( blak blakan), tetapi ditutup, yang sebelah kiri kekanan
          dan dari kanan kekiri, krah yang tinggi dengan tiga buah kancing
          dobel. Taqwo artinya takwa, busana karya cipta Sunan Kalijaga,
          pada jaman Sultan Agung, dengan harapan agar umat Islam senanti
          asa bertakwa kepada Allah swt.
          Baju takwa ini tidak hanya dikenakan kaum perempuan tapi juga
          laki laki. Dan yang sampai sekarang masih digunakan adalah baju
          adat Kalimantan Timur.
e   .   Kulambi kotang yaitu seperti point b, tetapi dibagian depan tertutup
          (bunton ) dapat juga dipakai seperti baju takwa yang bagian depan
          nya terbuka ( blak blak an/byak byakan).

f   .   Kulambi Kebaya yaitu istilah yang diambil dari bahasa Persi
         ” kabaai ”, pakaian yang berbentuk  seperti blus (blouse)wanita
         Eropa, dibagian depan terbuka yang pada jaman itu hanya dipakai
         para perempuan kalangan atas dengan rangkaian peniti tiga atau
         kancing hias kecil kecil.
         Pola kebaya jaman dahulu terdiri dari lima potong, yaitu satu helai
         Kain yang ditekuk dibagian tengah dan diberi lubang leher,dibuka
         sampai kebawah, kemudian dibagian depan terdapat dua potong
         lagi yang disebut ”gir” yang disambung dari leher kebagian depan,
         dan dua buah lengan yang semakin kebawah semakin ketat. Selain
         itu dapat diberi tambahan renda renda atau sulaman (pengaruh
         cina ) atau dihias ”plisir” yaitu semacam bisband berwarna emas
         perak maupun pita beludru yang disulam benang emas (untuk para
         bangsawan).

g   .  Kulambi kebaya ” angkel-angkel” adalah kebaya yang bagian depan
         terbuka, memakai krah leher tinggi dengan tiga kancing dobel, dan
         model lengan  ”mayang mekar” dan berbentuk ”merid” (sempit)
         serta diberi sembilan buah kancing ”kulate” pada pergelangannya.
         Panjang kebaya sampai dibawah bokong  ( malih bokong ).

h   .  Kulambi kebaya ”sampir” dibagian depan terbuka yang dapat ditu
         tup dengan kancing atau peniti hias, panjang kebaya sampai diba
         wah bokong tanpa mayang mekar, lengannya memakai sembilan
         kancing kulate. Krah leher dari atas kebawah berupa tambahan
         bahan sama yang disebut ”gir”.



KEBAYA  PENDEK  JAWA

Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia,Kraton kraton di Jawa masih sangat dipengaruhi zaman Hindu, sehingga para perempuan dalam kraton hanya memakai ”kemben” sebagai penutup dada.
Sedangkan ketika berada diluar kraton mereka memakai kebaya
Sesuai dengan ”status” nya, seperti kulambi kebaya yang kemudian juga
berkembang sejalan dengan aspek aspek yang mempengaruhinya.
Macam macam kebaya yang dipakai oleh kerabat Kraton tersebut menunjukkan status pemakainya.

KEBAYA PENDEK  LAINNYA ;

Bentuk kebaya pendek lainnya adalah ”kebaya sikepan” atau ”kebaya-
Janggan” biasanya dikenakan oleh ”Priyantun Dalem” dan para Nyai
Menggung atau seragam polisi wanita di Kraton.
Akan tetapi pernah juga dikenakan oleh Permaisuri Susuhunan Paku
Buwono X beserta kerabat kraton ketika berkunjung ke Bogor silaturahmi kepada Gubernur Jendral ( merupakan ”mentering” atau
Seragam khusus untuk pesiar ketika itu ).

KEBAYA  SIKEPAN  DARI KUTAI  ( Kalimantan Timur ).

Keluarga Raja Kutai memakai kebaya ”sikepan” dengan kain batik motif parang ( lereng) . Kebaya ini berleher krah Cina, bagian depan kebaya
Tertutup dengan tambahan bahan bersulam penuh benang emas dan bulu bulu burung, sedang pola pinggiran lengan dan leherpun disulam
Benang emas yag sama.

KEBAYA  DARI NUSA TENGGARA

Perempuan di Kupang , Timor atau Nusa Tenggara Timur mengenakan baju katun warna putih dengan pola kebaya pendek dipadu sarung tenun
Bergaris horisontal. Kebaya bagian depan terbuka dan ditutup deengan
Peniti hias/brosch.Demikian pula kebanyakan perempuan di daerah
Nusa Tenggara Barat  ( Sumbawa dan Lombok ) memakai kebaya yang di
pakai orang Jawa umumnya namun dipadu dengan sarung pelekat.

KEBAYA  BALI

Kebaya Bali  dikenakan perempuan Bali dengan paduan sarung Bali untuk upacara keagamaan se hari harinya.Mereka dikenal sebagai perempuan pekerja sehingga memerluka pakaian yang praktis.
Pola kebayanya dipotong lebih pendek daripada umumnya,demikian pula panjang lengannya sedikit pendek , selendang biasanya dililitkan
pada pinggangnya.

KEBAYA  MADURA

Perempuan Madura sehari hari juga mengenakan kebaya, tetapi karena pada umumnya untuk bekerja, kebaya inipun lebih pendek dari biasa
nya dan  seringkali ujung kebaya diikat, dan mengenakan sarung batik Madura yang dilipat kira2 30 cm, dililitkan dibagian bawah perut dikencangkan dan dikeluarkan pangkal ujung kainnya hingga pusernya terlihat dan cara memakai sarungnya hanya sampai setinggi dibawah lutut sehingga betisnya tampak dan perhiasan berupa gelang kaki.

KEBAYA PENDEK  DARI DAERAH LAIN

Yang sekarang disebut kebaya Kartini sebenarnya berasal dari mode
yang mendapat pengaruh Eropa, misalnya kebaya dengan kerung leher
persegi, lengan yang melebar yang biasa dikenakan perempuan Sunda,
kebaya istri Demang atau istri pembesar di kampung yang memakainya
dipadu dengan kain tenun yang disebut ” Punjung Dianggak” sedangkan
selendangnya juga tenun ( selengkap balak)  dengan benang emas yang
panjang tersampir dikiri dan kanan bahu.

MODIFIKASI PADA KEBAYA PENDEK

Tidak saja pada abad 20 an ternyata pakaian tradisi sudah dimodifikasi
Sejak dahulu agar memakainya lebih praktis dan tetap menarik.
Pada abad 19 perempuan Indonesia sudah mempunyai keingininan
Berhias dan berbusana apik ,rapih,praktis, dengan mengkombinasi ber
bagai bahan, termasuk aneka renda, kancing,bulu, lipit lipit,selendang pelangi, dsb.demikian juga ”cape” atau ”rimong” (bhs.Jawa) semacam modifikasi dari selendang besar untuk hawa dingin, atau mantel yang
dihiasi bulu bulu yang serasi dengan topi banyak digunakan par putri
raja ketika pesiar menunggang kuda, menonton pacuan kuda ataupun
bepergian dengan kereta kuda.
Pada masa remaja GBRA (Gusti Bandoro Raden Ajeng) Siti Nurul yaitu
Putri KGPAA ( Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo) Mangkunagoro
VII dari istana Mangkunegaran Solo yang terkenal kecantikannya ketika beranjak dewasa dilarang ibundanya mengenakan ”yapon” atau gaun
Barat, dan harus mengenakan kain kebaya, maka beliau memodifikasi
Kebaya yang lazim pada waktu itu dengan gaya yang baru sesuai selera
Modern beliau baik bentuk kerung leher, lengan dan berbagai renda,lipit,bisband berbagai bentuk krah kebaya,bermacam pemakaian
selendang dsb. sebagai bentuk baru dari kebaya yang menurut beliau kurang sesuai dengan selera gadis kala itu.
Perubahan ini membuat para gadis dan remaja putri bergairah dan senang mengenakan kebaya lagi.

KEBAYA  PANJANG

Riwayat kebaya panjang yang lebih dahulu dikenal daripada kebaya pendek, juga mengandung unsur kimono Cina/Jepang , blus orang
Muslim dari India dan Pakistan. Dalam perjalanan modenya, kebaya
serupa ini dikenakan di kepulauan Riau ,oleh orang orang Melayu dan
Dalam perkembangannya sering menjadi pengganti baju kurung yang
Sudah dianggap kurang praktis karena memakainya ribet atau repot bagi perempuan yang bersanggul.
Kebaya panjang ini juga dikenakan oleh para kerabat kraton di Jawa,
terbuat dari bludru, sutra Cina yang dikemudian hari dengan kemajuan
Industri tekstil dapat juga digunakan bahan dari sutra Thailand, sutra
Makassar, satin halus, maupun kain lace dll.
Panjang kebaya sampai dibawah lutut , bagi para putri kraton dihias dengan ”plisir” yaitu pita emas atau renda emas atau pita bludru (beledu) yang disulam dengan benang ”Gym” yaitu benang yang terbuat dari emas atau kalau sekarang dari logam tembaga atau perak,yang dicelup warnakeemasan maupun warna silver.
Selain di Jawa , perempuan  Riau ,Medan, Sumatra Barat dsb juga menggunakan kebaya panjang dengan lengan yang lebih longgar  dan panjangnya tigaperempat lengan.

No comments:

Post a Comment